Rabu, 31 Maret 2010

Mencari Politisi Progresif

Oleh : Airlangga Pribadi

Saat arus politik utama di Indonesia mempertontonkan tindakan elite-elite politik yang miskin integritas dan komitmen publik, maraknya para mantan aktivis gerakan mahasiswa melompati pagar untuk memasuki partai politik sering dianggap sebagai pengkhianatan atas perjuangan awalnya.

Persoalan menjaga komitmen perjuangan politik bukanlah persoalan pada wilayah aktivitas, baik di dalam maupun di luar sistem. Komitmen para politisi akan teruji ketika dalam praksis politiknya mereka tetap konsisten memiliki visi kekuasaan progresif. Visi kekuasaan yang menghadirkan rakyat sebagai kekuatan utama dalam melakukan kontrol terhadap arena politik ataupun perubahan di dalamnya.

Ke depan, kita akan menyaksikan sepak terjang para elite politik muda di DPR yang mengawali karier politik sebagai aktivis gerakan mahasiswa, seperti Budiman Sudjatmiko, Pius Lustrilanang, Anas Urbaningrum, dan Andi Rakhmat. Sejarah akan mencatat apakah kiprah mereka membenarkan gambaran dominan bahwa ruang politik dan orang-orang di dalamnya nista dan kotor ataukah mereka tampil membawa perubahan lebih baik dalam arena politik.

Mampukah mereka mempertahankan komitmen pada keadilan publik, di tengah arena politik Indonesia yang bergerak dalam logika kepentingan elite yang berjarak dari publik daripada logika komitmen politik yang melekat pada kepentingan publik.



Perjuangan para elite politik baru ini tidaklah mudah dalam ruang politik Indonesia. Struktur kesempatan politik yang tersedia tak memberikan pilihan banyak untuk melakukan perubahan-perubahan politik yang bermakna. Kerap kali upaya-upaya untuk memperlihatkan komitmen para politisi muda terhadap kehendak rakyat masih harus berhadapan dengan tembok besar oligarki politik elite. Para elite politik utama yang masih mengalkulasi setiap langkah politik mereka semata-mata sebagai kesempatan untuk mengakumulasi pertambahan modal ataupun kekuasaan politik mereka sendiri.

Kehendak menarik garis sejajar antara tindakan politik politisi dan suara publik masih harus berhadapan dengan tembok besar kepentingan elite-elite utama partai yang memegang kunci tertinggi kebijakan politik di internal partai. Ilustrasi yang merisaukan dari kenyataan ini muncul tak lama setelah publik mulai berharap terbitnya titik cerah dalam wilayah politik ketika mayoritas suara legislator dianggap sejalan dengan komitmen keadilan publik, permainan politik elite segera tampil mengedepan.

Keberhasilan para legislator memenangkan opsi C yang menegaskan adanya penyimpangan hukum dan penyelesaian melalui jalur hukum dalam bail out Bank Century segera diikuti, misalnya, oleh munculnya wacana untuk merapat pada koalisi pemerintahan SBY di internal tubuh elite PDI Perjuangan (kekuatan oposisi terbesar saat ini) dalam kongres mendatang (Kompas, 8 Maret 2010). Wacana ini muncul hanya karena kelelahan politik untuk setia pada pilihan oposisi yang tidak memberikan sumber daya ekonomi dan kue kekuasaan yang besar bagi partai.

Munculnya gagasan tersebut di internal elite partai memperlihatkan bahwa dukungan suara publik masih belum dimaknai oleh elite politik sebagai modal sosial untuk mengartikulasikan keresahan publik dan konsistensi mereka untuk berpijak dalam posisi politik yang autentik. Arus dukungan publik dan tekanan politik lagi-lagi masih dimaknai oleh elite-elite utama partai sebagai modal untuk melakukan transaksi politik bagi kepentingan merapat pada kekuasaan.

Kapasitas transformatif

Setiap proses dan dinamika politik dimaknai oleh elite sebagai peristiwa yang lahir dari interaksi politik dan transaksi kepentingan di antara mereka. Publik dalam konteks politik seperti ini hanya jadi penonton ataupun suporter. Masyarakat hanya dipandang sebagai pihak yang menerima akibat dari tindakan yang dilakukan elite politik. Tentu tidak mudah bagi para elite politik berlatar aktivis melakukan kerja perubahan dalam lingkungan politik di Indonesia yang teralienasi dari kehendak publik ataupun konstituennya. Untuk memperjuangkan hadirnya politik progresif di Indonesia, para politisi-aktivis yang berkomitmen harus terlebih dahulu berpikir keluar dari perspektif kekuasaan sebagai praktik dominasi.

Seperti diutarakan aktivis gerakan sosial transnasional Hilary Wainwright (2009) dalam Rethinking Political Organisation, realitas politik kontemporer butuh pemahaman baru akan praktik kekuasaan. Kekuasaan haruslah dimaknai bukan sebagai praktik dominasi, tetapi praksis untuk menggerakkan kapasitas transformasi bersama rakyat (power as transformative capacity). Rakyat adalah subyek dalam proses politik yang menempatkan politisi sebagai fasilitator dan penghubung antara kepentingan publik dan dinamika politik dalam arus politik utama.

Secara konkret memaknai kekuasaan sebagai kapasitas transformatif mensyaratkan keterlibatan dan melekatnya para politisi terus-menerus dalam kolaborasi dengan gerakan sosial warga negara yang beragam, seperti gerakan sosial pedesaan, perempuan, lingkungan hidup, buruh, gerakan antikorupsi dalam posisi mereka sebagai politisi.

Tugas politisi progresif dalam konteks politik di Indonesia mensyaratkan komitmen mereka memanfaatkan legitimasi demokratik yang mereka peroleh dari kemenangan pemilu untuk memajukan dan memperkuat kontrol politik warga terhadap ruang politik. Strategi politik dari para politisi progresif untuk menciptakan perjuangan politik kewargaan melalui kombinasi demokrasi perwakilan dan demokrasi partisipatoris dalam menghadirkan kepentingan publik pada arus politik utama adalah tantangan bagi komitmen nilai-nilai progresif bagi para politisi.

Tentunya tugas ini tidak dapat kita pasrahkan kepada para politisi, bahkan politisi yang sebelumnya kita anggap memiliki integritas politik tinggi. Hanya akumulasi tekanan politik dari kekuatan akar rumput yang kuat yang mampu memaksa dan menyadarkan mereka untuk memaknai politik dan kekuasaan dari sudut pandang kepentingan rakyat.

Airlangga Pribadi Pengajar Ilmu Politik FISIP dan Koordinator Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga

Kompas, Rabu, 10 Maret 2010 | 02:45 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar